Akankah Budaya Kita Hanya Tinggal Cerita?

Ferdinand Magellan/Fernando de Magelhaens

Oleh

Bayu Darmawan
(Ketua Bidang Hikmah Komisariat Engineering)

Indonesia, negara dengan kode telepon internasional +62, dengan letak geografis berada di antara Pasifik yang tenang dan Hindia yang Berjurang, serta diantara benua Asia sebagai yang terbesar dan Australia yang dimonopoli oleh satu negara. Beriklim tropis dan penuh dengan gunung berapi aktif menjadi nilai jual negara ini, tanah yang subur adalah jaminannya.

Dahulu kala, pedagang-pedagang Spanyol, Portugis, Inggris, dan yang paling terkenal Belanda, mendengar sebuah cerita bahwasanya di Timur Jauh sana, ada sebuah negara kepulauan yang menyimpan berbagai macam rempah yang mahal. Untuk membuktikannya, para pedagang Eropa berlomba-lomba mencapai negeri kepulauan ini. Dimulai dari perjalanan sang penakluk samudera Alfonso de Albuquerque,yang melintasi samudera Hindia untuk mencapai ke tempat yang dituju. kemudian datang lagi Ferdinand Magellan, yang mencoba melintasi jalur yang berbeda dengan memutari benua Amerika, serta harus mengarungi lautan Pasifik yang nyaris tanpa angin menurut cerita kala itu. Walau ditengah perjalanan, Magellan harus merenggang nyawa di tangan jenderal lapu-lapu, para awak kapal berhasil sampai ke tempat yang dituju dengan di komandoi oleh Juan Sebastian Del Cano. Pada akhirnya datanglah Cornelis De Houtman yang membuka gerbang kepada kerajaan Belanda untuk masuk dan menguasai lebih jauh.

Dari narasi yang sedikit amburadul tersebut, kita mengetahui bahwa Indonesia terletak di dunia bagian Timur, yang terkenal dengan adat ketimuran yang kental dan senantiasa dijaga oleh masyarakatnya. Namun, dengan semakin canggihnya teknologi, adat ketimuran yang biasa kita pegang dengan amat teguh ini mulai tergantikan oleh budaya barat yang terlihat lebih wah dan lebih menyenangkan. Kasus ini bukan hanya di alami oleh Indonesia saja, tetapi juga oleh negara-negara lain yang berada di belahan dunia timur, seperti Korea, Jepang, Cina dan negara-negara Asia tenggara.

Dampak yang sangat kita rasakan adalah mulai gengsinya anak-anak kecil dari sebuah suku dalam menggunakan bahasa daerahnya sendiri, dan memilih menggunakan bahasa Indonesia sebagai komunikasi sehari-hari (ini jarang terjadi di pulau Jawa). Bahkan beberapa anak pernah saya tanyai tentang bahasa daerahnya dan jawabannya adalah ia tidak tahu sama sekali. Dan juga anak-anak mulai gengsi melakukan, bahkan melihat kesenian tradisional dari daerahnya masing-masing, ini saya yakini karena jarang sekali mahasiswa yang senang dengan pertunjukan wayang. Padahal setiap daerah, atau bangsa pasti punya ciri khasnya masing-masing, apa jadinya jikalau generasi muda terlalu tertarik dengan budaya barat dan meninggalkan ciri khas bangsanya?

Ditengah kalut akan serangan sporadis bangsa luar yang menyerang budaya bangsa, ada tameng yang seharusnya menutup akses malah membuka lebar pertahanannya, yaitu pemerintah. Pemerintah dengan bangga membiarkan bahkan memfasilitasi masuknya budaya asing yang menggeser budaya lokal dengan dalih globalisasi dan kemajuan bangsa. Tanpa adanya sosialisasi terhadap masyarakat, bukankah itu seperti memburu babi tanpa membawa anjing? Tujuan pemerintah tidak salah, karena jika tidak demikian maka bangsa kita akan senantiasa terbelakang atau sangat konservatif seperti Korea Utara yang menutup semua akses tentang budaya luar. Cuma dengan cara yang tidak memenuhi syarat, apa yang menjadi tujuan pemerintah itu tidak akan tercapai, bahkan berpotensi besar menggerus apa yang sudah menjadi kekayaan bangsa kita, yaitu kekayaan budaya.

Mari kita buka mata kita bersama-sama, mulailah cintai budaya kita dengan melestarikannya. Jangan sampai budaya yang pada saat ini masih jamak kita temui hanya menjadi cerita untuk anak cucu kita. Kampus juga sebagai ruang bagi intelektual muda menggali potensinya harusnya mampu menjadi fasilitator panggung-panggung budaya bangsa yang efek jangka panjangnya adalah kesadaran akan pentingnya budaya bangsa kita dan rasa memiliki yang akan mendorong kita semua untuk menjaganya sampai pada masa anak cucu kita kelak.

Salam Perjuangan!!! Salam Merah Maron!!!


Share on Google Plus

About IMM KOMISARIAT ENGINEERING

    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar:

  1. Tulisan yg mengucak mata, Sehingga bisa melek lagi..
    Ditempat domisili saya, kupang NTT, orng2 asli sana masih sangat kental degan budaya2 khas NTT, salah satunya minum tuak yg difermentasi (Arak klo di jawa) yg dilakukan saat ada ritual adat ataupun acara sakral lainnya. Di jember sendiri alhamdulillah masih lestari budaya petik laut di pantai selatan..

    Salam budayaa.. Salam teaterO2

    BalasHapus

Pilihan Editor

loading...

Popular Posts