Oleh
Agus Cahyo Witono
(Kader Komisariat Engineering)
Indonesia
semakin hari semakin konyol, Drama politikus setiap harinya mirip adegan sinema
TV yang kian tak kunjung usai. Ada apa dengan negeri ini? Mungkin ini
pertanyaan yang akan terus dilontarkan oleh pemuda-pemuda kutu buku di
pinggiran. Mbah Filsuf Phytagoras pernah berkata “Konsep Negara layaknya
seperti pertandingan bola, dimana warga negara hanya sebagai support devisa
negara dengan menjadi penonton pertandingan dan politikus sebagai pemeran utama
dalam kemajuan bangsa”. (Bertrand Russel, 2007)
Rendahnya
kesadaran berperilaku demokrasi yang baik sangat sulit dilakukan dalam negeri
ini. Kontestasi proses Demokrasi hanya menjadi representasi kegiatan money politik yang kian santer semakin
tahun. Seolah Negara hanya menjadi wadah dalam menjalankan politik-politik
praktis demi mencapai tujuan egosentris sektoral partai di Indonesia. Partai
yang seharusnya menjadi alat politik menuju kemaslahatan umat menjadi manuver
di Negara yang kaya raya. Setiap harinya kasus–kasus korupsi dan suap kian
meningkat seolah rakyat dipertontonkan dengan drama politikus Negara FLOWER.
Pemilu
serentak 2019 telah selesai dilaksanakan Presiden baru beserta jajaran Menteri
dan Staf telah dilantik, Tapi apakah kesejahteraan Negeri ini akan hadir di
tengah-tengah peradaban warga pinggiran? Ini yang saya terus pertanyakan setiap
harinya. Pemilu yang seharusnya memberikan sebuah representasi proses politik
yang baik, entah hari ini menjadi ajang para kader-kader partai untuk
melancarkan serangan fajar di grass root.
Rakyat pinggiran menjadi target politik untuk menjalankan proses Undertable Transactions yang setiap
tahun menjadi budaya buruk pergantian birokrasi di Indonesia. Akankah terus
seperti ini pemilu kita kawan-kawan?
Penangkapan
Komisioner KPU Wahyu Setiawan oleh KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi
menimbulkan sikap pesimis bagi pegamat demokrasi Pak Jokowi Tercinta beserta jajarannya bisa menjalankan tugas
Negara dengan sangat baik. Kasus yang menyeret politikus PDI-P Harun Masiku
semakin menguat, partai yang menjadi pengusung utama Capres Jokowi di pemilu
serentak ini menjadi bulan-bulanan KPK. Dimana kader-kadernya terindikasi
banyak terlibat dalam kasus dugaan korupsi dalam pergantian kekuasaan. Ya
beginilah proses pemilu Negara Flower,
konyol dan semakin hari rakyat pinggiran semakin lapar.
Seorang
Komisioner yang seharusnya bergerak dengan moderat sesuai ranah penyelenggara
pemilu, tapi apalah daya cost politik masuk dan merubah proses pemilu kita.
Lalu pertanyaan saya disini, Apakah bapak Jokowi benar-benar terpilih secara
LUBER JURDIL sesuai asas-asas demokrasi kita? Ini yang menjadi PR rekan-rekan
pembaca sekalian.
Jiwa idealisme
dan Humanis yang merupakan syarat utama bagi orang-orang yang bergelut di dalam
instrumen kenegaraan seolah hanya bualan semata ketika mereka mulai
mengkampanyekan dirinya dalam kontestasi politik. Begitupun setiap tahunnya,
proses demokrasi yang berjalan panjang dan konyol. Mari kita koreksi dan awasi
bersama kawan-kawan, warga pinggiran masih menanti gebarakan Humanis dari
mahasiswa yang nyaman di Ruangan Ber-AC.
Salam Perjuangan!!! Salam Merah
Maron!!!
0 komentar:
Posting Komentar